7 Pertanyaan Pemicu Stres Khas Indonesia: Ini Kata ChatGPT!

Beberapa hari ini saya sedang asyik bermain-main dengan ChatGPT. Awalnya sih cuma iseng mau coba-coba, tapi kok ya saya merasa teknologi AI ini cukup menyenangkan juga.

Selain bisa membantu saya memberikan ide judul untuk tulisan-tulisan saya. ChatGPT juga mampu menjawab berbagai pertanyaan yang saya ajukan. Ya, meski terkadang tidak semua jawabannya benar.

Namun, ada satu hal yang lucu. Saya tiba-tiba terpikir untuk bertanya apa pertanyaan pemicu stres khas Indonesia? Tahu apa jawabannya? Sumpah saya sendiri sampai tertawa. Bahkan ChatGPT saja bisa tahu jika orang Indonesia banyak yang kepo dengan hidup orang lain.

7 Pertanyaan Pemicu Stres Khas Indonesia

Berikut adalah 8 pertanyaan pemicu stress khas Indonesia menurut ChatGPT. Setiap pertanyaan, kalimatnya tidak ada yang saya ubah atau modifikasi. Biar natural, jadi saya tulis apa adanya, persis seperti yang disampaikan oleh ChatGPT.

1. Kapan lulus kuliah? Sudah kerja belum?

Anak kuliahan pasti ngerasa banget ini. Belum juga jadi mahasiswa abadi, tapi sudah didesak-desak buat segera lulus. Padahal bikin skripsi tidak gampang kan ya?

Nah, pas udah lulus. Pertanyaannya ganti lagi, sudah kerja belum? Ampun deh, padahal ijazah masih ketahan gegara biaya semester belum terbayar.

2. Kamu kerja di mana sekarang? Gajinya seberapa?

Kalau ini saya pernah mengalami. Ketika saya sudah bekerja, ada yang tanya gaji saya berapa. Saya langsung mikir dong, ini saya harus jawab apa?

Saya sadar gaji saya kecil, tapi kalau saya jawab apa adanya, apakah semua akan baik-baik saja? Ata nanti saya menuju pada lubang nestapa yang lainnya. Yakni ditanya, digaji segitu kok mau?

Terus saya harus jawab apa kalau begitu?

3. Kamu belum menikah juga ya? Kapan mau nikah?

Kapan nikah

Wih, kalau sama pertanyaan ini mah, saya sudah kenyang. Saya pernah ya marah betul karena pertanyaan ini, sampai-sampai saya bikin status panjang lebar di Whatsapp.

Penyebabnya, ada seorang teman kuliah yang sudah bertahun-tahun tidak berkomunikasi dengan saya. Mungkin lebih 5 tahun, eh dia tiba-tiba kirim chat ke saya via Whatsapp. Belum ada 1 menit, dia udah tanya kapan saya mau nikah. Katanya juga, saya jangan terlalu pemilih.

Lah saya waktu itu lagi pengangguran, hutang banyak. Meledaklah emosi saya tak karuan. Mbok ya, dari pada dia tanya kapan saya akan menikah. Lah mending dia tanya kabar saya yang sedang tidak baik-baik saja waktu itu.

Tapi itu dulu. Semakin bertambahnya umur, saya sadar pertanyaan itu tak perlu digubris kalau cuma sekedar pertanyaan basa-basi.

4. Kapan punya anak? Sudah punya anak berapa?

Orang belum nikah ditanya kapan akan nikah. Yang sudah nikah tanyanya kapan mau punya anak? Anaknya sudah berapa? Cepetan nambah dong! Itu cerita beberapa teman yang sudah menikah tapi belum juga diberi rezeki anak oleh Tuhan.

Terus kata teman saya yang mengalami hal tersebut. Pertanyaan itu lebih menyakitkan ketimbang saat pertanyaan kapan nikah. Hmmm, repot betul memang hidup ini kalau mengikuti pertanyaan tetangga.

5. Kapan kamu beli rumah? Sudah punya rumah belum?

Tenang kawan, persiapkan mental kita sampai melebihi kekuatan baja. Pasalnya, pertanyaan pemicu stress tidak akan berhenti hanya karena kamu sudah bekerja, sudah menikah, dan punya anak.

Kalau kamu belum terlihat mapan secara materi, rumah belum punya dan mobil belum punya. Hidupmu tetap dianggap salah. Padahal kamu bukan anak pejabat koruptor yang seenak jidatnya pakai uang rakyat. Iya, kan

6. Kenapa kamu gendut banget? Kamu harus diet!

Ah kalau ini mah mungkin saya agak kurang setuju dengan ChatGPT. Oke, sebenarnya pertanya kenapa kamu gendut banget itu menyakitkan banget. Jatuhnya kita kayak dihina gitu. Saya sendiri pernah mengalaminya.

Cuma kalau saran ‘kamu harus diet’ itu baik, loh! Bagaimanapun gendut itu hubungannya bukan soal cantik atau tidak, tapi lebih ke soal sehat atau tidak. Tentu saja kita semua ingin tubuh yang sehat bukan?

Namun, keseringan orang kalau melihat orang gemuk sukanya mengejek dan membully. Nah, itu yang tidak boleh.

7. Kamu belum sukses juga ya? Sudah kaya belum?

Aduh, miris sekali pertanyaan ini. Saat kesuksesan ukurannya hanya uang, uang, dan uang. Seakan-akan yang tidak beruang tidak sukses gitu. Padahal uang itu hanya salah satu ukuran kesuksesan.

Setiap orang punya prosesnya masing-masing. Bisa jadi apa yang dia perjuangkan belum menghasilkan secara materi. Tapi, ke depan siapa yang tahu. Jika dia terlihat gigih memperjuangkan mimpinya, bukankah Tuhan akan membantunya untuk meraih mimpinya itu?

Ini mah curhatan saya aja yang saban hari ada di kamar dan duduk di depan laptop. Saya dikira nggak ngapa-ngapain, padahal tangan terus mengetik tanpa lelah. Hehehe.

Sebagai penutup saya mau cerita lagi. Saya juga bertanya pada ChatGPT, apakah 7 pertanyaan di atas patut untuk ditanyakan? Lagi-lagi ChatGPT bikin saya senyum-senyum sendiri.

Katanya seperti ini, sebaiknya pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak ditanyakan kepada orang lain. Meskipun di Indonesia, bertanya tentang status pernikahan, karir, atau keuangan seseorang dapat dianggap sebagai hal yang biasa dan umum. Namun pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa menjadi sensitif atau bahkan menyakitkan bagi orang lain. Terkadang orang dapat merasa tidak nyaman atau tertekan ketika ditanya tentang hal-hal tersebut, terutama jika mereka belum mencapai pencapaian tertentu atau sedang menghadapi masalah pribadi yang sensitif.

Oleh karena itu, sebaiknya kita lebih sensitif dalam mengajukan pertanyaan dan menghormati privasi dan kehidupan pribadi orang lain. Sebaiknya kita memilih pertanyaan yang lebih umum atau netral yang tidak menimbulkan tekanan atau rasa tidak nyaman pada orang lain. Namun, jika kita memang ingin menanyakan hal tersebut, sebaiknya lakukan dengan sopan dan santun serta menunjukkan empati dan pengertian.

Noh, ChatGPT aja itu paham gitu kalau 7 pertanyaan di atas bagi sebagai orang itu bisa jadi pertanyaan yang sensitif. Dan kalaupun mau bertanya, tanyakan dengan rasa empati, jangan cuma karena kepo doang. Apalagi tujuan untuk membully, mengejek, merendahkan, dan menjadikannya bahan obrolan di belakang.

Tolonglah, ChatGPT yang hanya mesin dan tidak punya perasaan saja bisa pengertian. Masak kamu yang manusia dan punya perasaan tidak mau mengerti? Jangan kalah dong sama ChatGPT.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.